Pengertian Hukum Perbankan Syariah
Kata Hukum (al-hukm) secara bahasa bermakna menetapkan atau
memutuskan sesuatu, sedangkan pengertian hukum secara terminologi berarti
menetapkan hukum terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan perbuatan
manusia,[2] dalam perihal ini
berarti penetapan hukum yang berkaitan dengan Perbankan.
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 pengertian Bank adalah berupa badan
usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkanya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
lainya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak (Pasal 1 Angka 2).
Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya (Pasal 1 angka 1).[3]
Bank syariah terdiri dari dua
kata, yaitu (a) bank, dan (b) syariah. Kata bank bermakna suatu lembaga
keuangan yang berfungsi suatu perantara keuangan dari dua pihak, yaitu pihak
yang berkelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana. Kata syariah dalam versi
bank syariah di Indonesia adalah aturan perjanjian berdasarkan yang dilakukan
oleh pihak bank dan pihak lain untuk penyimpangan dana dan/ atau
pembiayaan kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan hukum islam.
Penggabungan kedua kata dimaksud,
menjadi “bank syariah”. Bank syariah adalah suatu lembaga keuangan yang
berfungsi sebagai perantara bagi pihak yang berkelebihan dana dengan pihak yang
kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan hukum
islam. Selain itu, bank syariah biasa disebut Islamic banking atau interest
fee banking, yaitu suatu system perbankan dalam pelaksanaan operasional
tidak menggunakan sistem bunga (riba), spekulasi (maisir), dan ketidak pastian
atau ketidak jelasan (gharar).[4]
Menurut Ensiklopedi Islam, Bank
Islam atau Bank Syari’ah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan
kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang
pengoprasianya sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah.[5]
Jadi pengertian Hukum Perbankan
Syari’ah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank yang memenuhi
prinsip-prinsip Syari’ah dan memiliki peraturan-peraturan yang harus
dilaksanakan.
2 Dasar Hukum Perbankan Syariah
Bank syariah sebagai sebuah
lembaga keuangan mempunyai mekanisme dasar, yaitu menerima deposito dari
pemilik modal (depositor) dan mempunyai kewajiban (liability) untuk menawarkan
pembiayaan kepada investor pada sisi asetnya, dengan pola dan/atau skema
pembiayaan yang sesuai dengan syariat Islam. Pada sisi kewajiban, terdapat dua
kategori utama, yaitu interest-fee current and saving accounts dan investment
accounts yang berdasarkan pada prinsip PLS (Profit and Loss Sharing) anatar
pihak bank dengan pihak depositor; sedangkan pada sisi aset, yang termasuk
didalamnya adalah segala bentuk pola pembiayaan yang bebas riba dan sesuai
prinsip atau standar syariah, seperti mudharabah, musyarakah, istisna, salam,
dan lain-lain.
Bank syariah secara yuridis
normatif dan yuridis empiris diakui keberadaannya di negara Republik Indonesia.
Pengakuan secara yuridis normatif tercatat dalam peraturan perundang-undangan
di Indonesia, diantaranya, Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan,
Undang-Undang No.10 tentang
perubahan atas Undang-Undang No.7 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Undang-Undang
No.3 Tahun 2004 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No.23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia,
Undang-Undang No.3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No.7 Tahun
1989 Tentang Peradilan Agama.
Selain itu, pengakuan secara
yuridis empiris dapat dilihat perbankan syariah tumbuh dan berkembang
pada umumnya diseluruh Ibukota Provinsi dan Kabupaten di Indonesia, bahkan
beberapa bank konvensional dan lembaga keuangan lainnya membuka unit usaha
syariah (bank syariah, asuransi syariah, pegadaian syariah, dan semacamnya).
Pengakuan secara yuridis dimaksud, memberi peluang tumbuh dan berkembang secara
luas kegiatan usaha perbankan syariah, termasuk memberi kesempatan kepada bank
umum (konvesional) untuk membuka kantor cabang yang khusus melakukan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah.
Undang-undang dari landasan dasar
hukum diatas, kemudian dijabarkan dalam berbagai peraturan Bank Indonesia yang
dirumuskan sebagai berikut:
a)
Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank, mencakup tentang
pelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya.
b)
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau
bentuk lainnya dalam meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
c)
Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihakyang dibiayai untuk mengembalikan uang
atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi
hasil.
d) Prinsip
syariah adalah aturan perjanjian bedasarkan hukum Islam antara bank dan pihak
lain untuk menyimpan dana/atau pembiayaan kegiatan usaha dan/atau kegiata
lainnya yang dinyatakan sesuai syariah, anatara lain pembiayaan berdasarkan
prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan dengan prinsip penyertaan
modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh
keuntungan (murabahah), pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa
murni tanpa pilihan (ijarah), atau adanya pilihan pemindahan pemilikan
atau barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtima).[6]
Selain itu, perlu dikemukakan
bahwa dalam Pasal 11 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang
Perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun1999 tentang Bank Indonesia,
menjelaskan: (1) Bank Indonesia dapat memberikan kredit atau pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah untuk jangka waktu paling lama 90 hari kepada Bank
untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek Bank yang bersangkutan, dan
(2) Pelaksanaan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dijamin oleh Bank penerima agunan
yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan yang nilainya minimal sebesar
jumlah kredit atau pembiayaan yang diterimanya.[7]